Produk Terlaris

Refleksi Syawal, Menyikapi Covid-19, Haruskah Kita Berdamai?

Posted by ARPAN NEWS 0 komentar
"Mohon maaaf saya tidak bisa ikut rapat, mungkin nanti mau dibahas seperti apa bentuk syawalan, kalau mau kue nanti dikumpulkan saja, masih banyak kue dirumah karna kemarin tidak ada orang kerumah".

Itulah kalimat pembuka Bapak Pimpinan pada *refleksi 5 syawal 1441 H* dihari kamis 28 mei 2020 tadi ba'da subuh di Masjid Ar-Riyadh kampus Ummul Quro Indonesia. 
"Saya hanya berpesan untuk memperhatikan kondisi lingkungan masjid, lingkungan sekolah, saya lihat masih banyak bengkalai baik asrama putra, putri dan tempat lainnya, jangan hanya gara-gara corona dan tidak adanya santri, masih banyak warga di kampus, untuk rame-rame bersihkan"

"Kalau PUZ mau didatangkan kembali, seperti apa bentuknya nanti metode belajarnya?, silahkan dipikirkan bersama, dengan kemajuan tekhnologi yang ada!" Lanjut beliau mengawali pencerahannya.
Intinya dalam kondisi seperti sekarang ini, jamaah diharapkan terus saja untuk berbenah, jangan terpaku dengan keadaan, kalaulah covid-19 masih ada hingga beberapa bulan kedepan, jamaah harus bisa survive.

"Kan sebelum ramadhan warga hidayatullah sudah berkebun, ada yang menanam singkong, pisang bahkan kelapa".

"Saya ini termasuk kalau urusan makan gak repot, kalau makan tinggal rebus pisang atau dibakar, lebih sehat makanan seperti itu" lanjutnya.

"Sebenarnya Indonesia itu, kalau mau makan gampang, persoalan makanan yang penting rajin menanam, mau singkong, kelapa dan apa saja. Kalau saya suka nanam kelapa dari dulu, saya pernah bilan ke Pak Muzakkar, kalau ada masyarakat minta kelapa kasih saja, kalau ada hasilnya silahkan sebagian dijual nikmati saja, jadi masalah harta atau warisan pada akhirnya saya serahkan pada perjuangan islam ini, enak itu kalau semua diniatkan untuk agama, memang tidak semua orang bisa begitu, kalaulah ada sebagian ahli waris meminta haknya itu karna mungkin ia merasa belum memiliki apa-apa atau karena belum tau nikmatnya perjuangan dalam islam" tegas beliau dengan penuh semangat.

Apa yang beliau sampaikan erat kaitannya dengan kondisi sekarang, dan diketahui Pemerintah dalam hal ini dinilai, masih belum mampu mengatasi keadaan, artinya virus masih terus bercokol di negeri ini, dilain sisi juga ekonomi diharapkan bisa bertumbuh dengan baik, maka dibuatlah rancangan baru namanya The New Normal. agar ada relaksasi yaitu ruang untuk melonggarkan ketegangan antar individu dengan masyarakat terkait perekonomian yang yang masih amburadul.
Pada akhirnya masyarakatpun kembali bertanya apa iya keadaan sekarang sudah normal?

Kalau sebelumnya pemerintah sudah membuat kebijakan atau program PSBB sejak 10 april 2020 khusus wilayah Jakarta dan sekitarnya, selama kurang lebih dua bulan berjalan terhitung hingga hari ini. Lalu dari kebijakan itu terjadi pro kontra, itulah akibat prosesnya yang masih tumpang tindih dan adanya ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat.

Apa yang telah disampaikan Pimpinan Umum Hidayatullah beliau juga sempat menyinggung betapa keadilan itu merupakan hal pokok yang semestinya ditegakkan selain kejujuran dalam menjalankan roda pemerintahan.

“saya sering berdo’a buat para pemimpin, tidak hanya untuk Indonesia, Amerika dan negara-negara lainnya juga agar mereka semua mendapat menjalankan kebijakan secara adil” ujar beliau dengan suara lantang.

Oleh karenanya penting pemerintah dan otoritas di semua tingkatan untuk bisa menyikapi segala kebijakan dalam menerapkannya tidak pilih kasih, termasuk media-media mainstream dalam memberitakan cobalah berimbang tidak tendensius yang berakibat merugikan salah satu agama, ini penting selain terus juga mengedukasi masyarakat pentingnya menjaga kesehatan.

Selain itu saya rasa dan kita semua menyadari masih longgarnya kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan dan lemahnya penegakan  aturan itu membuat kita perlu berpikir ulang jika hendak melakukan sejumlah relaksasi.

Seperti diketahui, pekan lalu, pemerintah berwacana hendak melonggarkan aktivitas di luar rumah untuk mereka yang berusia di bawah usia 45 tahun dan juga masalah kegiatan lainya.

Meskipun belum dieksekusi, ruang relaksasi ini disambut gembira oleh sebagian masyarakat yang memang sempat merasakan akibat adanya PSBB, namun apa dampaknya pada periode pasca syawalan nanti?

Pekan lalu, ketika saya harus keluar rumah untuk urusan yang tidak bisa dikerjakan dari rumah, saya mendapati hal serupa di sejumlah tempat. Pasar, trotoar dan jalan yang dijadikan ruang jualan ramai dan memunculkan kemacetan khususnya daerah kota. Orang masih ogah-ogahan tidak menjaga jarak dan beraktivitas di luar rumah tanpa masker. Dan saya yang pakai masker seperti orang asing.

Sepanjang jalan saya melintasi ruas jalan, tidak terlihat ada penindakan untuk ketidakdisiplinan ini, minimal misalnya menegurnya. Realita di lapangan

Termasuk berita, jika kita kumpulkan berita mudik, tentang mereka yang nekat dan tanpa hambatan di jalan serta diam-diam. Kebanyakan lebih banyak yang lolos artinya mereka masih bisa mudik, jadi apakah PSBB berjalan efektif? 

Disaat yang sama, kalau tidak mau dibilang hampir bersamaan, pekan ini, kita mendapati penambahan jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi sejak 2 Maret 2020. Ada penambahan jumlah kasus positif sekitar 689 kasus dalam sehari pada 13 Mei 2020. Angka tersebut nampaknya tidak membuat ciut atau gentar bagi kebanyakan orang, agar ada kesadaran dalam menerapkan protokol kesehatan lebih disiplin.   

Pemerintah berdalih terjadinya lonjakan itu karena beberapa masyarakat masih banyak yang belum disiplin dalam menjalankan aturan PSBB. Adanya pemberitaan tentang lonjakan yang terus-menerus juga menciptakan kekhawatiran tersendiri, di tengah adanya kebijakan baru dengan istilah The New Normal.

Kalau sebagian masyarakat menerima kenapa The New Normal digulirkan dan dibuka, bisa jadi karena alasan ekonomi, katanya. Mengingat hari ini sangat terasa buat sebagian pedagang kecil tak terkecuali untuk pedagang skala makro seperti Mall dan supermarket tentu pihak pengelola menerima dengan senang hati, apalagi Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan.

"Kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid," kata Presiden seperti dikutip dari siaran pers resmi, Jumat (15/5/2020). 

Lagi-lagi saya dan kita semua akan bertanya lagi, bagaimana bentuk berdamai dengan Covid-19?, kalau tidak ada jawaban yang pas atau masuk akal, maka jangan disalahkan masyarakat kalau nantinya mereka membuat tafsiran masing-masing dan itu akan berdampak pada situasi yang mungkin lebih buruk atau menjadi baik, semoga saja lebih baik.

Meminjam istilah Jusuf Kalla, "berdamai" baru bisa dilakukan apabila kedua belah pihak sama-sama menginginkan perbaikan. "Berdamai itu kalau dua-duanya ingin berdamai. Kalau kita hanya ingin damai, tapi virusnya enggak, bagaimana?" ujar Kalla dalam diskusi Universitas Indonesia Webinar "Segitiga Virus Corona", Selasa (19/5/2020).

Jadi kalau saya sendiri akan tetap berikhtiar sembari memakai masker kalau mau bepergian dan selalu mencuci tangan ketika mau masuk rumah dan tetap menjaga jarak kecuali dengan keluarga di rumah artinya tetap menerapkan protokol kesehatan di tengah masih tingginya ancaman penyebaran Covid-19.

Oleh karenanya, mendengar wacana beberapa menteri lewat zoom meeting terkait relaksasi dan wacana berdamai dengan Covid-19, masyarakat dan kita masih sedikit khawatir apakah ini bagian dari solusi baru, atau menambah masalah baru?

Mempertimbangkan keputusan otoritas yang menangani Covid-19, rencana relaksasi akan diterapkan segara usai lebaran, saya sendiri akan tetap menerapkan social distancing dengan mengurangi jalan-jalan ke kota kalau tidak ada keperluan yang mendesak, apalagi kalau sekedar jalan ke Mall, cukuplah kita belanja kebutuhan dapur di warung-warung tetangga, agar ada perputaran ekonomi berskala mikro, dan begitupun yang lainnya seperti guru sebagai pendidik mungkin akan tetap belajar via online, semoga saja virus ini cepat berlalu, agar kita semua dapat beraktivitas kembali dengan baik.

Sambil menunggu keputusan relaksasi dengan mempertimbangkan protokol kesehatan di tengah ancaman penyebaran Covid-19, kita semua jangan sampai melupakan untuk menjalankan puasa syawal bagi yang belum dan saya ucapkan selamat menjalankan puasa kembali bagi yang sudah berpuasa syawal 1441 H. Seingat saya dan hasil renungan juga, ditahun 2020 ini adalah era yang paling hening dalam menyambut Idul Fitri dibanding tahun-tahun sebelumnya yang sangat hiruk-pikuk dan gegap gempita. Ya kita ambil hikmahnya saja, insya Allah  banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan dari setiap peristiwa yang telah kita alami ini.

Saya berharap, keheningan kita dengan tetap di rumah selama menjalani puasa syawal insya Allah menjadi kontribusi baik bagi pemutusan rantai peyebaran Covid-19, semoga..

Jika terpaksa harus keluar rumah untuk aktivitas yang mendesak, jangan abaikan protokol kesehatan. Penularan virus tidak mengenal libur lebaran apalagi virus tidak mengenal kata “damai” wallahu a’alam bishawab.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Refleksi Syawal, Menyikapi Covid-19, Haruskah Kita Berdamai?
Ditulis oleh ARPAN NEWS
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://arpannews.blogspot.com/2020/05/refleksi-syawal-menyikapi-covid-19.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan kalau ada yang mau memberi masukan,komentar yang sopan kami hargai

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
- Original design by Arpan | Copyright of ARPAN NEWS.